Sebelum hari H, tahun ini akan dibagikan materi Khutbah Idul Adha yang akan disampaikan oleh Ustadz Sukeri Abdillah, Lc. di Masjid Elnusa Jakarta Selatan esok (26/10).Yuk kita simak dengan judul "MENTAL SANG JUARA"
ALLAHU AKBAR , ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAMDU
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Mau jadi juara dalam kehidupan? Belajarlah dari keluarga
Nabiullah Ibrahim AS. Jika hidup diibaratkan sebuah perlombaan, maka beliau
adalah pemain yang selalu memenangkan pertandingan. Bukan hanya menang dalam
interaksi sosial, tetapi juga dalam menghadapi beratnya tekanan kehidupan.
Pendek kata, beliau selalu berada pada posisi kelas atas. Artinya persoalan
apapun selalu mampu beliau atasi. Tak heran jika Allah, melalui Rasulullah
Muhammad SAW memasukkan beliau dalam kelompok ulul ‘azmi (orang yang mampu memikul
beban berat kehidupan)
Uniknya, meski hidup selalu didera persoalan pelik dalam
intaraksi sosial, tetapi beliau mampu mebangun pertahanan ekonomi kelurga
dengan baik. Sehingga rumah tangganya makmur dan sejahtera.
Sebut saja misalnya saat menda’wahkan kalimat Tauhid. Beliau
diajak beradu argument oleh raja dihadapan halayak ramai. Temanya sangat
sensitive. Yakni tentang kekuasaan Allah versus kekuasaan raja – yang mengaku
dirinya adalah Tuhan. Dihadirkan dihadapan public dua orang budak. Yang satu gemuk
dan yang satu kurus. Yang gemuk disembelih dan yang kurus dibebaskan. Dan raja
mengklaim kalau dirinya bisa mematikan dan menghidupkan. Hal ini dilakukan raja
sebagai tantangan kepada Ibrahim yang mengklaim, bahwasannya Allah Tuhan Yang
Mampu menghidupkan dan mematikan. Nabi Ibrahim menjelaskan kalau Allah mampu
menerbitkan matahari dari timur dan menterbenamkan dibarat. Beliau meminta agar
raja melakukan dengan cara sebalinya. Tentu saja raja tidak mampu. Sehingga
dialog hari itu dimenangkan Nabi Ibrahim.
Beliau juga dibakar hidup-hidup dengan tuduhan telah
melakukan perusakan t erhadap patung-patung sesembahan. Tapi dengan ijin Allah,
api tidak melukai dirinya, termasuk pakaian yang dikenakannya.
Disisi lain kehidupannya, beliau mampu menjamu tamunya dengan
anak sapi guling tatkala disepertiga paruh awal malam, beliau kedatangan dua
orang tamu. Ini menunjukkan bahwa secara ekonomi beliau adalah aghniya alias
termasuk kelas atas.
Elegy Dalam Rumah Tangga
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamdu
Sekian lama berumah tangga, sang istri-Sarah-mandul. Hanya
saja dengan itikad baik, Sarah menyarankan Nabi Ibrahim menikahi budak mereka,
Hajar. Belum lama Hajar melahirkan Ismail, Sarah mulai cemburu dan meminta
tidak menyaksikan romantisme mereka bertiga didepan matanya. Untuk itu beliau
mengasingkan anak istrinya kegurun tandus nan kerontang, yang kelak disebut
baqi, artinya lembah air mata.
Lama meninggalkan mereka berdua,sekalinya berjumpa, kala itu
Ismail menginjak remaja Allah memintanya untuk menyembelih. Perintah itu juga
dilakukan. Perjalanan dari baqi ke Mina, mendapat hambatan berat dari Iblis
yang terus bermaksud menggagalkan penyembelihan. Tapi team work ini berhasil
melalui semuanya dengan aman. Dan Allah mengganti Ismail dengan dengan domba
sembelihan.
MENTAL JUARA
Jika diperhatikan dengan seksama, kenapa Nabi Ibrahim dan
keluarganya berhasil diabadikan dalam sejarah akan kisah hidupnya. Bahkan
perbuatannya dijadikan syari’at dalam agama Islam. Itu karena beliau dan
keluarganya adalah orang-orang yang memiliki mental juara. Selalu terdeapan dan
berada diposisi atas. Mampu mengatasi masalah bukan dibawah (baca ditekan)
masalah. Artinya dalam hidup masalah itu pasti adanya. Tapi sang juara mampu
mengatasinya. Sehingga yang mereka tonjolkan selalu prestasi terbaik dalam
kehidupan.
Beberapa mental juara yang mereka miliki adalah :
1. Selalu optimis tidak pesimis
Sang juara selalu melihat peluang sedang sang pecundang
selalu melihat kehampaan. Gurun yang didatangi Nabi Ibrahim untuk menempatkan
Hajar dan orok merahnya-Isma’il. Adalah gurun tandus tanpa kehidupan, tanpa
apapun yang menjanjikan. Tapi Ibrahim optimis. Kelak tempat ini makmur dengan
buah-buahan. Terbukti beliau berdo’a kepada Allah untuk hal ini. “Ya Allah
jadikan negeri ini aman untuk tempat tinggal dan makmurkan penghuninya dengan
buah-buahan”.
Hajar juga melakukan hal yang sama tatakala air susunya
mengering, perbekalan habis. Beliau berlari kesana kemari mendaki bukit-yang
kemudian disebut shafa dan Marwa. Jelas-jelas diatas bukit itu tidak ada
apa-apa kecuali hamparan fatamorgana dan hembusan angin kering gurun sahara.
Berbekal mental optimis, bleiau tetap bergerak. Sehingga optimismenya berbuah.
Sebuah air memancar dari kaki oroknya, Ismail. Kelak air itu disebut zamzam artinya
kumpul. Air yang berkumpul, mengikuti seruan Hajar yang waktu itu berkata dalam
bahasa Ibrani :”zamzam!”
2. Yakin tidak ragu
Sang juara, yakin bahwasannya Allah Yang Maha Kaya, selalu
memberikan penghidupan kepada hambaNya. Dia takkan membiarkan hambaNya
betul-betul berkekurangan. Yakin bahwa potensi yang diberikan Allah kepada
dirinya adalah potensi besar dan kuat. Yakin bahwa karunia Allah terhampar
dimuka bumi. Sehingga ia bergerak diatas jalan keyakinan, menuju arah yang
hendak dicapai tanpa ada keraguan sedikitpun.
Langkah ini pernah diempuh sahabat Abdul Rahman bin ‘Auf.
Berhijrah dari Mekah ke Madinah tidak membawa sekeping hartapun kecuali pakaian
yang melekat dibadan. Padahal beliau adalah konglomerat Mekah. Berkat
keyakinannya, Allah selalu memberi ilham berupa ide-ide brilian. Bukan hanya
menolak kebaikan Sa’ad bin Rabi’ai tatkala ditawari istri dan perusahaan.
Tetapi beliau justru berani menyewa tanah seorang muslim dengan bayar belakang.
Tanah itu dikavling dan disewakan kepada para pedagang muslim, yang juga
dipersilahkan bayar belakangan. Asal barang yang masuk kekavling tersebut
kwalitasnya mampu menyamai barang pasar sebrang yang dikelola Yahudi.
Sehingga dalam waktu tiga bulan hidup diperantauan, Abdul
Rahman bin ‘Auf mampu mengawini seorang wanita dengan mahar yang memadai.
3. Berani bayar mahal dan tidak banyak menawar
Sang juara, tak pernah risau dengan harga yang dituntut
untuk sebuah keberhasilan. Berapaun harganya ia akan bayar. Ia hanya melihat
hasil besar yang akan diraih jika dibandingkan dengan pengorbanan yang ia
lakukan. Ini membuat dirinya tak pernah menawar bertele-tele.
Simaklah dialog heroik yang dilakukan Ibrahim dan
Isma’il:”Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam tidurku (mimpi)
menyembelih kamu. Maka pikirkan bagaimana pandanganmu (tentang mimpi ini).”
“Wahai ayah, lakukanlah apa yang telah diperitnahkan (Allah) kepadamu. Semoga,
engkau akan dapatkan aku sebagai bagian dari orang yang sabar”.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamdu…
Sungguh dialog spektakuler para juara. Isinya saling
menguatkan dan tidak melemahkan. Meski mereka sadar, harga yang harus mereka
pertaruhkan adalah nyawa. Tapi dengan tenang dan bersahaja mereka melenggang
menjalaninya.
Hasilnya, begitu luar biasa….
Jadilah juara, menangkan kehidupan dunia, sebelum memasuki
gerbang surge
Allahu Akbar !!!
Best Regards
Iswandi Banna
twitter iswbanna
note: syukron tuk ustadz Sukeri Abdillah
0 komentar:
Posting Komentar